Semarang,
Dua orang penting
yang layak diperiksa dalam kasus korupsi dana Hibah dan Bansos 2010-2011 adalah
mantan Gubenur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Sekda Provinsi Jawa Tengah Hadi
Prabowo ( HP).
Sejumlah aktivis
korupsi di Jawa Tengah mendesak penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk
menuntaskan kasus korupsi Bantuan Sosial ( Bansos ) pada tahun 2010-2011.
Desakan tersebut
menyusul ditetapkan tiga pejabat teras Pemprov Jawa Tengah sebagai tersangka
kasus Bansos tahun 2010-2011. Ketiga tersangka itu adalah staf ahli Gubenur
Bidang Hukum dan Politik, Joko Mardiyanto, Ketua Tim Verifikasi Bansos, Joko
Suyanto, dan mantan Kepala Biro Bina Mental dan Keagamaan Setda Jawa Tengah, M
Yusuf.
Sekretaris Komite
Penyilidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KP2KKN) Jawa Tengah,
Eko Haryanto menjelaskan, Gubenur sebagai penandatanganan SK Bansos dan hibah,
Sekda juga seharusnya tahu karena dia penanggungjawab penyaluran bansos, dan
Biro Keuangan itu yang memproses dan menyalurkan bansos.
Eko juga
menyebutkan, dengan ditetapkannya tiga tersangka yang merupakan pejabat teras
Pemprov Jateng itu berarti dimungkinkan mafia bansos masih akan terus
bertambah. Karenanya, Kejati Jateng diminta untuk tidak berhenti pada tiga
nama, melainkan unsur eksekutif dan legisiatif ( DPRD) turut menjadi aktor
intelektual yang diduga kuat mengegolkan dana bansos pada saat disalurkan.
Eko menandaskan,
jika Kejati jateng hanya berhenti pada Biro Bina Sosial dan Mental saja dalam
proses penyelidikan, justru akan terjadi “ missing link “ ( terputusnya
jaringan ) menuju nama lain yang diduga kuat mengetahui aliran dana kemasyarakatan
tersebut yang lebih mengetahui aliran dana masih ada lagi, seperti anggauta
DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Dibawah Gubenur
dan Setkda kala itu, aktor penting yang patut diperiksa adalah Biro Keuangan
yang dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengendali penuh penyaluran bansos,
mulai dari persetujuan hingga pencairan dana. Adapun untuk Biro Bina Sosial
hanya sebagai pengelola data administrasi.
Senada dengan Eko,
Direktur Riset The Jateng Institute, Sukarman mengatakan, untuk menuntaskan
kasus bansos keakarnya, Kejati Jateng diharapkan mengeluarkan Surat Perintah
Penyidikan Perkara ( Sprindik ) juga disertai penahanan.
Selain menyoroti
langkah penetapan itu, Sukarman berharap agar Bansos dan Hibah dui Pemprov
Jateng dihentikan terlebih dahulu. Sukarman menganggap adanya Pemilu 2014,
Bansos/Hibah mudah disalahgunakan.
Menurut Sukarman,
pentingnya kiranya melakukan pengawasan atau paling tidak menangguhkan
pengucuran bansos. Lebih baik, jika ada yang belum dikucurkan bisa dicairkan
setelah penyelenggaran pemilu. Dengan begitu, tidak disalahgunakan untuk
kepentingan politik.
Terpisah, Gubenur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo, sepakat jika kasus bansos 2010-1011, dimana Kejati
Jateng telah menetapkan tiga pejabat Pemrov Jateng sebagai tersangka untuk
terus diusut sampai tuntas. Politisi PDI Perjuangan meminta Kejati Jateng
menelusuri mafia bansos sampai keakar-akarnya.
Sementara untuk
bansos APBD Jateng 2014, Ganjar telah memerintahkan pengetatan verifikasi.
Mulai penyaluran bansos menggunakan sistem by name by adreas.
Ganjar
mengungkapkan, meski sering terjadi penyimpangan, dana bansos sebenarnya tidak
salah. Bansos jstru sangant dibutuhkan masyarakat untuk percepatan pembangunan didaerah.
Namun karena banyaknya penyimpangan itu, menjadikan bansos berkesan negatif.
Modus yang diduga
digunakan untuk menilep bansos adalah dengan proposal fiktif dan pemotongan
dana bansos yang cair. Setidaknya, anggaran itu terbesar dalam 4.241 penerima
bansos ke masyarakat 2011 di seluruh Jawa Tengah. Sampai saat ini, Kejaksaan
masih berupaya mencari aktor intelektual yang bermain dalam Bansos-Hibah.
Penyilidikan masih dikembangkan, dan tidak menutup kemungkinan tersangkut lain.
Menetapkan tiga nama
sebagai tersangka Bansos 2010 dan 2011 ini bermula ketika Badan Pemeriksa
Keuangan ( BPK ) Jateng mengeluarkan laporan indikasi penyimpangan dana bansos
tahun 2011. Tidak tanggung-tanggung, dana senilainya Rp 26,89 miliar diduga
disalurkan tanpa pertanggungjawaban yang memadai. (***).
No comments:
Post a Comment