Friday, 28 February 2014
DELEGASI SRI LANGKA BERKUNJUNG DI KOTA SEMARANG.
Semarang,
Sebanyak kurang lebih 30 warga Sri Langka datang ke Semarang untuk melakukan studi banding terkait program pembangunan wilayah kota Semarang. Rombongan tersebut tergabung dalam Federation Sri Langka Local Government Authorities (FSLGA) belum lama ini mendatangi di Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Delegasi Sri Langka dipimpin oleh Hapu Arachchige Jeewan Jude Nishantha Kumara selaku Walikota dari Sri Langka. Dalam kedatangannya,mereka bermaksud tukar pengetahuan dengan Dinas Kesehatan Kota Semarang, di antaranya keberadaan Gerakan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan di bidang kesehatan, ekonomi, pendidikan. infrastruktur, dan lingkungan (Program gerdu kempling), perubahan iklim, dan program berbasis gender.
Menurut Hapu Arachchige Jeewan Jude Nishantha Kumara juga ingin tahu mengenai sanitasi dan early warning system facility. Dan juga delegasi Sri Langka sangat kagum atas kasus Demam Berdarah turun ke level 2, sebelumnya kedudukan Deman Berdarah level 1.
Terkait dengan Gerdu Kempling,bahwa program yang dicanangkan pada 24 Maret 2011 merupakan upaya bersama pemerintah kota Semarang, perguruan tinggi, pengusaha dan msyarakat untuk mengurangi angka kemikinan dan pengangguran. Program dilaksanakan dalam lima tahap, dari tahun 2011 sampai 2015.(***)
ANGGAUTA POLISI MENGAMANKAN PEMILU 2014.
Semarang,
Jajaran Polda Jawa Tengah bersama instansi terkait di Jawa Tengah berkometmen menciptakan keamanan serta kenyamanan pada pemilihan umum ( pemilu ) pada bulan Mei mendatang. Sebanyak ribuan personil Polda Jateng dan TNI akan disiapkan untuk pengamanan di berbagai titik pemungutan suara di Jawa Tengah. Waka Polda Jateng, Brigjen Pol Panjang Yuswanto mengatakan, pasukan gabungan itu diharapkan bisa membawa rasa aman dan nyaman bagi masyarakat saat melangsungkan pesta demokrasi. Pengamanan juga untuk mengantisipasi adanya intimidasi dan paksaan dari pihak-pihak tak bertanggungjawab kepada masyarakat di tempat pemungutan suara.
Menurut Waka Polda Jateng, selain melakukan pengamanan pemilu, seluruh anggauta Kepolisian diwajibkan netral dan tidak berpihak kepada kelompok tertentu,guna menghindari prasangka buruk serta tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan yang sudah ditetapkan. Dan juga anggauta polisi di lapangan harus kuat mental dan fisik agar memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang membutuhkan.
Pasukan yang diterjunkan sebanyak 1.424 orang terdiri dari Polda Jateng, Kodam IV Diponegoro, dan beberapa instansi terkait. Namun, seluruh anggauta Polri wajib ikut berpartisipasi dalam pengamanan pemilu, Dan mengharapkan agar semuanya bisa berjalan dengan aman dan terkendali,termasuk hasutan dan intimidasi kepada pemilih. Serta Polda Jateng melakukan Operasi Mantap Brata Candi 2014.
Dijelaskan pula oleh Waka Polda Jateng mengatakan bahwa ribuan personil yang diterjunkan untuk pengamanan pemilu itu merupakan instruksi dari Kapolri Jenderal Polisi Sutarman.
Adapun, Polres Kendal juga mengerahkan sebanyak 645 personil untuk pengamanan pemilu 2014. Kapolres Kendal AKBP' Harryo Sugihhartono mengatakan, pengamanan pemilu nanti akan memakai pengamanan tipe dua.
Menurut Kapolres Kendal nantinya, pemilu juga akan diawasi oleh petugas Linmas. Di setiap desa, polisi akan menempatkan sembilan personil, dibantu 19 petugas Linmas dan anggauta TNI.
Pengamanan tipe dua diterapkan mengingat pengalaman yang sudah-sudah, Pemilu di Kota Kendal tidak mengalami gangguan berarti.(***).
Friday, 14 February 2014
WASPADA ISPA, ABU VULKANIK GUNUNG KELUD.
Semarang,
Hujan abu vulkanik akibat erupsi Gunung Kelud juga mengguyur sejumlah di Jawa Tengah. Termasuk diantaranya di Kota Semarang, Salatiga, dan Kabupaten Semarang, Boja Kendal. Meski masih tipis, hujan abu cukup mengganggu sistem penglihatan dan berbahaya bagi pernafasan.
Hal itu diungkapkan oleh dr Mada Gautama.Dan dijelaskan pula oleh dr Mada bahwa, hujan abu dampak erupsi Gunung Kelud di Semarang masih tipis,tetapi jangan disepelekan.
Setidaknya , kata dr Mada dengan mengenakan masker dan kacamata bisa meminimalisir bagi kesehatan akibat erupsi Gunung Kelud yang ternyata sudah sampai di wilayah kota Semarang.
Meskipun hujan abu masih tipis, menurut dr Mada, tetap berisiko menimbulkan ISPA jika sampai terhirup cukup lama, serta iritasi mata sehingga masyarakat dihimbau untuk mengenakan masker dan kaca mata jika beraktivitas di luar rumah
Dinas Kesehatan Kota Semarang mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai penyakit infeksi saluran pernafasan akut ( ISPA ) dampak dari abu vulkanik Gunung Kelud yang sampai ke wilayah Semarang
Debu vulkanik juga berbahaya jika sampai masuk ke saluran pernafasan manusia . Kalau asap saja membahayakan jika masuk ke saluran pernafasan, debu vulkanik akan lebih berbahaya.
Dr Mada juga menjelaskan, di dalam saluran pernafasan sebenarnya sudah ada bulu getar yang bekerja otomatis menolak partikel –partikel asing yang masuk ke pernafasan seseorang dan tiba-tiba terbatuk, berarti responsnya baik. Partikel tersebut bisa ditolak.
Kandungan abu vulkanik tak sekadar debu,melainkan partikel lebih tajam. Jika mengenai selaput lendir kornea mata akan terasa perih.Maka perlu dibersihkan secara hati-hati.Sebisanya mungkin jangan dikucek karena justru akan lebih parah.
Namun, jika batuk dialami cukup parah dan terjadi gangguan pernafasan, maka segera periksakan diri ke layanan kesehatan terdekat/ puskemas. Karena saat ini masih rawan,untuk mengantisipasinya,kurangi aktivitas di luar ruangan. Namun, jika terpaksa gunakan masker untuk menutup mulut dan hidung serta menggunakan penutup mata yang aman.
Berdasarkan pengamatan di sejumlah wilayah menunjukkan bekas-bekas abu vulkanik yang menenmpel di mobil dan motor yang dikendarai masyarakat. Perubahan juga terlihat di genting atap rumah –rumah warga.
Hujan abu vulkanik Gunung Kelud juga terlihat di berbagai wilayah kota Semarang meski tidak terlalu pekat, mulai dari Kecamatan Genuk, Pedurungan, Semarang Timur, hingga Banyumanik di kawasan atas.
Sementara itu dari Station Metereologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) Kota Semarang memprediksi ketebalan asap akibat letusan abu vulkanik Gunung Kelud yang berada di Kabupaten Kediri,Jawa Timur mulai bergerak menuju ke arah 10 derajat lintang selatan ( LS ) barat daya dan 105 derajat bujur timur ( BT ) laut.
Pergerakan ketebalan asap abu vulkanik Gunung Kelud terupdate setiap tiga jam sekali. Pergerakan terpantau mulai dari pukul 10.30 dengan ketinggian mencapai 15 ribu fit ke arah timur laut. Sedangkan ketebalan abu mencapai 55 ribu fit ke arah barat daya.
Demikian dikatakan oleh juru bicara BMKG Semarang Ahmad Yani sekaligus disampaikan GM PT Angkasa Pura 1, Priyo Jatmiko. Dikatakan pula oleh Priyo bahwa, ketebalan asap abu vulkanik Gunung Kelud diperkirakan sampai Jawa Barat dan Jawa bagian selatan. Termasuk kecepatan angin bisa bergerak ke arah barat daya dan timur laut.
Selain itu, BMKG memprediksi kejadian sama pada pukul 16.30 yang terjadi pergerakan asap abu vulkanik menuju ke arah 105 derajat bujur timur (BT) laut.n Sedangkan ketebalan asap abu mencapai 55 ribu fit ke arah barat daya. Ketinggian asap abu vulkanik setara dengan ketinggian pesawat jet yang bergerak ke arah barat daya.
Kondisi demikian,kata Priyo, hal itu tentu sangat berpengaruh pada take off dan leading pesawat dengan kecepatan angin mencapai 10-15 km dengan jarak pandang di atas 2.000 meter. ( ***).
Thursday, 13 February 2014
PEDAGANG GAS ELPIJI ENGGAN TURUNKAN HARGA
Semarang,
Seorang penjual elpiji di wilayah Pamularsih Semarang, Beni mengakui, pengiriman elpiji ukuran 3 Kg sejak akhir-akhir ini. Dulu, berapapun Beni pesan pasti dikirim. Mendadak warungnya hanya di jatah 20 tabung elpiji ukuran 3 Kg per minggu.
Sebelumnya, kenaikan harga elpiji ukuran 12 Kg pada awal tahun lalu dari Rp 80 ribu menjadi Rp 130 ribu ( eceran ) menyebabkan kepanikan warga. Warga pengguna ukuran 12 Kg diduga banyak yang beralih menggunakan ukuran 3 Kg, sehingga pasokan elpiji bersubsidi itu dibatasi.
Menurut beni, jumlah itu terlalu sedikit dan habis dalam waktu dua hari kadang-kadang gas ada langsung diserbu oleh pembeli. Hal itu membuatnya terpaksa membeli eceran di SPBU yang ada di sekitar pasar. Tiap hari Beni membeli empat tabung elpiji di SPBU lalu dijual lagi.
Meski demikian, tingginya harga elpiji ukuran 12 Kg tersebut diduga telah memicu peralihan penggunaan konsumen ke ukuran 3 Kg, karena harganya yang dirasa jauh lebih murah, sehingga kebutuhan elpiji bersubsidi tersebut membengkak.
Namun, beberapa waktu lalu Pertamina telah mengoreksi harga elpiji ukuran 12 Kg dari sebelumnya naik Rp 3 ribu/ Kg menjadi hanya Rp 1000/ Kg. Koreksi itu menyebabkan harga ditingkat eceran untuk ukuran 3 Kg turun lagi menjadi Rp 15 ribu.
Ketua Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen ( LP2K) Semarang Ngargono, memperkirakan sejumlah pedagang tidak langsung menurunkan harga elpiji seperti kebijakan Pertamina yang melakukan revisi dengan alas an menghabiskan stok.
Kondisi tersebut, lanjut Ngargono sangat mungkin terjadi karena para pedagang tidak ingin rugi. Kebijakan Pertamina yang melakukan revisi harga elpiji itu seharusnya menjadi pelajaran agar tidak terulang kejadian sama
Perkiraan LP2K tersebut, lanjut Ngargono, karena para pedagang akan beralih menghabiskan stok yang dibeli dengan harga lama, sehingga harga barang menyesuaikan.
Ngargono, stok diperkirakan ada untuk kebutuhan lima hingga tujuh hari, sehingga begitu barang sudah habis dan pedagang membeli harga baru. Komsumen baru bias mendapatkan barang sesuai hasil revisi.
Sejumlah kemungkinan seperti politik pencitraan serta alasan empat tahun elpiji tidak pernah naik, telah menjadikan konsumen elpiji 12 Kg migrasi ke elpiji 3 Kg.
Disaat komsumen beralih elpiji ke 3 Kg, tetapi kuota tidak ditambah. Akibatnya kelangkaan tidak dapat dihindarkan dan konsumen yang dirugikan.
Ngargono menambahkan, Pertamina seharusnya lebih berhati-hati dan mendengarkan banyak pihak berkepentingan serta tidak terburu-buru mengambil kebijakan yang berdampak langsung ke masyarakat. Pihaknya melihat kebijakan kenaikan elpiji tidak dihitung dengan cermat, apalagi menjelang pemilu sehingga dikhawatirkan dimanfaatkan pihak tertentu. (*** ).
TAHUN POLITIK 2014 PENCITRAAN GAS ELPIJI
Pada tahun 2014 adalah tahun politik. Pada April dan Juli 2014 mendatang ada hajatan besar yakni Pemilu Legislatif ( Peleg ) dan pemilihan presiden ( pilpres). Semua partai politik dan bakal calon presiden mulai memanaskan mesin. Segala isu akan diolah dengan target popularitas partai. Caleg atau bakal capres bias naik.
Sayangnya, para politisi kelewat agresif “ menggoreng “ isu harga elpiji ini sehingga terkesan apapun kebijakan pemerintah harus dicurigai. Akibatnya ketika Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menggelar rapat terbatas bersama kementerian dan pihak-pihak terkait soal elpiji, para politisi itu justru menyerang bahwa ini adalah skenario politik SBY untuk meningkatkan popularitas.
Tak terkecuali isu kenaikan harga gas elpiji 12 Kg baru-baru ini. Begitu Pertamina menaikkan harga elpiji, semua partai politik bersuara lantang. Umumnya mereka mengecam kebijakan Pertamina menaikkan harga elpiji. Tidak salah memang. Apalagi ada kesan tidak ada koordinasi antara Pertamina dan pemerintah soal kenaikkan harga elpiji.
Pertamina memang perusahaan milik pemerintah, namun BUMN ini juga dibebani untuk menghasilkan laba. Ketika BUMN meraih laba maka labanya juga disetorkan ke pemerintah. Kalau pemerintah mempunyai banyak uang maka, dengan asumsi uang itu tidak dikorupsi, masyarakat juga akan menikmatinya. Jadi sebenarnya, Pertamina juga tidak ingin mengecawakan pemerintah dan masyarakat dengan menjadi perusahaan merugi. Mereka ingin menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya.
Tidak ada yang tahu pasti benarkah ada agenda pencitraan oleh pemerintah dalam hal ini Presiden SBY, dalam kasus elpiji. Namun kalau ditelusuri, masalah elpiji ini sebenarnya murni urusan ekonomi. Ada perhitungan –perhitungan matematis sehingga Pertamina akhirnya menaikkan harga elpiji. Sumbernya pun jelas yakni hasil audit Badan pemeriksa Keuangan ( BPK ). Lembaga ini menilai Pertamina merugi dalam bisnis elpiji sekitar Rp 7 triliun karena menjual elpiji nonsubsidi 12 Kg terlalu murah.
Di sisi lain, pemerintah juga harus menghitung dampak ekonomi dan sosial setiap kebijakan yang ditempuh perusahaan-perusahaan BUMN. Dari sinilah Presiden SBY kemudian memutuskan untuk turun tangan dengan memerintahkan Pertamina meninjau ulang harga elpiji. Lalu kenapa SBY tetap saja diserang ?
Dalam isu elpiji, sah-sah saja para politisi menuding SBY melakukan pencitraan asal mereka mengungkapkan bukti-bukti dan syukur-syukur bias memberikan solusi alternative soal elpiji. Kalau para politisi itu ternyata hanya mencari sensasi, public akan menjauhi. Publik kini mulai cerdas. Mereka akan menilai mana kebijakan yang memang seharusnya ditempuh dan mana kebijakan-kebijakan yang diambil hanya meraih popularitas. Lebih praktisnya, masyarakat tidak peduli apakah kebijakan itu mengandung unsur pencitraan atau tidak, yang pentingnya semua persoalan mereka teratasi.
Terlepas benar tidaknya tudingan pencitraan itu, pemerintah harus menyadari bahwa tahun ini adalah tahun politik. Semua parpol, caleg dan bakal capres juga akan melakukan pencitraan demi meraih kesuksesan dalam pemilu mendatang. Pencitraan ini tidak sesuai fakta atau malah menjurus ke kampanye hitam dan fitnah.
SBY dituding ingin tampil sebagai pahlawan ketika dia memerintahkan Pertamina agar meninjau ulang kenaikkan harga elpiji. Pertamina pada akhirnya memutuskan harga elpiji 12 Kg ditinjau ulang. Harga elpiji 12 Kg turun Rp 117.708 menjadi Rp 82.200 per tabung. (****).
Monday, 10 February 2014
MENGKRIMINALISASIKAN SI PENJAHAT PENYEBAR VIRUS HIV Oleh : dr Mada G.Soebowo (Kabid P2P Dinkes Kota Semarang)
Sudah banyak fakta yang menunjukkan bahwa sains merupakan pedang dengan dua mata yang sama tajamnya. Manfaat dan masalah bisa timbul dari penggunaannya, tergantung di tangan siapa pedang itu berada.
Salah satu contohnya adalah penggunaan pengetahuan tentang mikroba/virus berbahaya yang dimanfaatkan sebagai alat pembunuh massal yang kemudian disebut senjata biologi atau biological weapon.
Sejarah ,sebagaimana dikutip dari Wikimedia, menyebutkan penggunaan organisme patogen dan toksin berbahaya yang dihasilkan organisme tertentu sebagai senjata mematikan itu sudah dilakukan umat manusia sejak 2.400 tahun yang lalu.
Saat itu, bangsa Scythians yang diperkirakan tinggal di kawasan Iran saat ini menggunakan panah yang dicelupkan ke dalam feses (kotoran) dan mayat makhluk hidup yang telah membusuk.
Hal serupa juga dilakukan oleh bangsa Roma yang mencelupkan pedangnya ke dalam pupuk dan sisa hewan yang telah membusuk. Akibatnya, musuh yang terluka oleh senjata tersebut akan mengalami infeksi yang dapat menyebabkan kematian.
Peristiwa penting dalam sejarah kuno penggunaan senjata biologi terjadi ketika bangsa Mongol mengusir bangsa Genoa dari kota Kaffa di Laut Mati dengan memanfaatkan mayat-mayat manusia yang terinfeksi wabah pes.
Ketika bangsa Genoa menyingkir hingga ke Venice, mereka tetap diikuti oleh kutu dan tikus yang terinfeksi pes sehingga akhirnya menimbulkan ‘kematian hitam’ (black death) di wilayah Eropa.
Sejarah juga mencatat saat tahun 1500 SM, bangsa Hittites dan Bangsa Armies di Asia Kecil menggunakan korban yang terjangkit penyakit untuk meracuni dan menyebarkan wabah ke musuh-musuh mereka.
Lalu pada tahun 1754-1760, bangsa Britania Utara memberikan pakaian dan selimut bekas penderita cacar pada orang-orang Indian untuk memusnahkan bangsa tersebut.
Fakta lainnya, pada Perang Dunia I, Jerman menggunakan dua bakteri patogen, yaitu Burkholderia mallei penyebab Glanders dan Bacillus anthracis penyebab Antrax untuk menginfeksi ternak dan kuda tentara Sekutu.
Pada tahun 1932-1935, Jepang mengembangkan program pembuatan senjata biologi yang dinamakan Unit 731. Sebanyak 3.000 ilmuwan Jepang bekerja untuk melakukan penelitian terhadap berbagai agen biologi yang berpotensi sebagai senjata, misalnya kolera, pes, dan penyakit seksual yang menular. Eksperimen yang dilakukan pada tahanan Cina mengakibatkan ± 10.000 tahanan mati pada masa itu.
Sejak saat itu, tidak hanya Jepang yang mengembangkan senjata biologi, namun juga diikuti oleh negara-negara lain seperi Amerika Serikat dan Uni Soviet. Hasilnya senjata biologi tidak hanya menyerang manusia, tetapi juga hewan dan tanaman.
Menyadari bahayanya, 100 negara berkumpul di Geneva dan sepakat melarang produksi dan penyimpanan senjata biologis yang dituangkan dalam pakta Konvensi Anti Senjata Biologi pada 1972.
Senjata biologi yang sudah terlanjur ada segera dilucuti dan dimusnahkan demi menghindari efek yang dihasilkan, yakni dapat membunuh jutaan manusia serta mampu menghancurkan sektor ekonomi dan sosial masyarakat.
Saat ini, senjata biologis kembali marak penggunaannya. Bukan oleh negara tertentu untuk menghancurkan bangsa lain, namun oleh individu tertentu pada orang-orang yang ada di sekitarnya.
Mikrobiologi berbahaya yang dipakai adalah Human immunodeficiency virus (HIV) yang bisa menyebabkan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS). Pelakunya adalah orang-orang yang menyadari bahwa dirinya sudah mengetahui mengidap virus tersebut namun sengaja menghindari pemeriksaan dan perawatan. Yang lebih jahat lagi, mereka malah menularkan virus itu pada orang lain dengan melakukan aktifitas seksual tanpa memakai pelindung.
Saat ini penyebaran HIV pada wanita tuna susila yang ada di berbagai lokalisasi lebih mudah diawasi dan diminimalisir. Yang sulit adalah ‘menangkap’ kaum pria yang justru menjadi agen utama penularan virus mematikan tersebut,karena selama ini mereka selalu berlindung dibalik perlindungan HAM.
Pria yang beresiko lantaran melakukan seks bebas atau pengguna narkoba suntik itu bebas bergerak kemana-mana tanpa bisa dideteksi. Akibatnya virus itu ditularkan pada semua pasangan seksualnya termasuk istrinya. Dan jika kemudian sang istri hamil, maka janin yang ada di kandungannya juga berpotensi tertular jika tak diketahui dan ditangani lebih dini.
Efeknya begitu luar biasa. Bukan hanya menyebarkan infeksi dan kematian pada banyak orang, lelaki ini juga menyebabkan masalah sosial bagi anggota keluarganya. Bukan hanya padanya, tapi juga keluarga intinya. Bahkan orang-orang yang punya hubungan kekerabatan dengannya pun ikut menanggung malu jika masyarakat tahu ia berstatus Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Data yang ada di Subdin Bidang Pemberantasan Pencegahan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang menunjukkan sepanjang 2013 lalu ditemukan 430 kasus HIV baru dan 75 kasus AIDS.
Dari jumlah itu 18% diantaranya menjangkiti ibu rumah tangga dan 5,5% lainnya diketahui diidap bayi dan anak-anak. Ini berarti penularan dari suami pada anggota keluarga inti (ibu dan anak) mencapai 18,82 %. secara nasional propinsi jawa tengah menempati posisi ke 6
Sayangnya, potensi bahaya yang demikian besar seakan dipandang sebelah mata oleh masyarakat kita. Budaya paternalistic masyarakat yang menempatkan pria berposisi lebih tinggi daripada perempuan membuatnya ‘lebih terlindungi’ dari stigma buruk. Sudah saatnya di era kesetaraan gender ini kaum wanita yg ada di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,PKK,Darma Wanita,atau siapapun wanita yang mempunyai kedudukan di pemerintahan/eksekutif dan dewan/legislatif bersatu padu melawan penjahat penyebar virus biologis ini.
Bahkan media massa dan masyarakat pun hanya menempelkan stempel ‘lelaki hidung belang’ pada mereka. Sedikit lebih sopan dan permisif dibandingkan wanita tuna susila atau sebutan sejenisnya.
Mestinya, agen penularan virus HIV itu lebih layak disebut penjahat kelamin. Kalau perlu istilah ini dipopulerkan besar-besaran melalui media massa dan diharapkan lelaki yang mengidap hiv/aids mau melakukan pemeriksaan vct dan pemeriksaan lainnya secara intensif sehingga mereka akan malu dan jera apabila diberi label sebagai penjahat kelamin.
Upaya mempermalukan lelaki penjahat kelamin ini perlu dilakukan sebagai langkah preventif agar mereka berpikir seribu bahkan sejuta kali sebelum melakukan aktifitas seksual menyimpang tanpa memakai alat pelindung/kondom.
Bahkan bila perlu ada semacam wacana baru untuk membuat sebuah piranti hukum dalam bentuk UU atau sejenisnya yang bersifat mengikat dan memaksa para lelaki beresiko tinggi itu untuk melakukan pemeriksaan VCT dan menjalani perawatan jika telah terbukti positif mengidap virus mematikan tersebut.
Artinya, jika tata aturan itu tidak dilaksanakan atau mereka sengaja menghindari pemeriksaan maka akan ada konsekuensi hukum bagi para penjahat kelamin itu sebagaimana diterapkan kepada para pelaku tindakan kriminal.
Hal ini wajar, sebab pembuat dan penyimpan senjata biologis/virus saja dikenai sanksi hukum bahkan dianggap sebagai penjahat perang oleh pengadilan/MAHKAMAH internasional, maka orang-orang yang dengan sengaja menularkan HIV juga harus disamakan dengan mereka itu.
Tentunya kita harus salut dan menghargai saudara-saudara kita yang secara sukarela dan menjadi relawan dengan memeriksakan diri secara aktif serta mau mengajak/menyadarkan para ODHA lainnya yang belum mau memeriksakan diri untuk berobat secara aktif dan intensif ke klinik-klinik VCT yang sudah tersedia di seluruh Indonesia, untuk para ODHA yang mau melakukan hal seperti ini kita wajib memberikan apresiasi setinggi-tingginyanya dan sudah selayaknya mendapat sebutan sebagai pahlawan kemanusiaan.
Dan sebagai himbauan kepada masyarakat luas,janganlah memberikan stigma yang buruk dan mendiskriminasi kepada para ODHA, terimalah mereka di lingkungan masyarakat apa adanya dan berilah kesempatan untuk berkarya bagi kemajuan bangsa dan negara ini. Perlu ditekankan sekali lagi bahwa orang-orang dengan akhlak baik sekalipun bisa terkena HIV, jadi hal ini sangatlah penting bagi kita untuk memahami janganlah memberi stigma buruk dan mendiskriminasikan para ODHA.
Semoga dengan adanya aturan dan sikap yang tegas dari pemerintah dan masyarakat, maka para pria akan bersikap lebih setia pada pasangannya. Dan jikalau memang tak bisa menjaga kesetiaan itu, setidaknya mereka selalu menggunakan alat pelindung diri apabila melakukan aktifitas seksual beresiko tinggi sehingga mereka tidak membawa pulang penyakit/virus yang hanya menyengsarakan anak dan istrinya kelak(*)
Saturday, 8 February 2014
KP2KKN JAWA TENGAH DESAK KEJATI JATENG UNTUK MENAHAN MANTAN BUPATI KARANGANYAR RINA.
Semarang.
Sekretaris Komite Penyelidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KP2KKN) Jawa Tengah, Eko Haryanto, telah mendatangi Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, baru-baru ini. Mengenakan setelan warna gelap, Eko, dating membawa surat somasi untuk Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Babul, terkait kasus korupsi pembangunan rumah bersubsidi di Griya Lawu Asri ( GLA) di Karanganyar, yang menyeret mantan Bupati Karanganyar, Rina Iriani Sri Ratnaningsih.
Dalam kesempatan tersebut, Eko, langsung ditemui oleh Asisten Tindak Pidana Khusus ( Aspidsus) Kejati Jawa Tengah Masyhudi. Dalam surat bernomor 01/SK/KP2KKN/II/2014, Eko mendesak agar Kejati Jateng segera melakukan penahanan terhadap mantan Bupati Karanganyar.
Ditegaskan Eko, jika sampai Rina tidak ditahan sampai proses peradilan, dan kemudian hakimlah yang menetapkan penahanan mantan bupati Karanganyar itu, maka citra Kejati Jateng akan hancur.
Menurut Eko bahwa Kejati jateng tidak punya nyali dan tidak becus bekerja, pihaknya melayangkan somasi terkait kasus Rina. Sampai saat ini bahwa mantan bupati Karanganyar Rina belum ditahan, ini akrobat hukum
Hal ini, lanjut Eko, merujuk pada penahanan mantan GM Perum Perumnas Regional V Jawa Tengah, Sunardi, yang langsung ditahan usai ditetapkan sebagai tersangka, pada hari Rabu lalu ( 29/01).
Jika tidak ditahan dalam 14 hari ke depan, pihaknya akan bersama Masyarakat Anti Korupsi ( MAKI) akan menggugat Kejati Jawa Tengah melalui pra-peradilan. Dijelaskan pula oleh Eko, bahwa Kejati Jawa Tengah sebagai aparat penegak hukum telah mempertontonkan kepada public, bahwa setiap orang tidak sama dimuka hukum, hal tersebut jelas telah melecehkan salah satu asas hukum dimana setiap orang itu sama dimuka hukum.
Eko menengarai, ada upaya dari beberapa pihak, termasuk oknum di dalam kejaksaan yang ingin mengintervensi kasus Rina. Bahkan, intervensi ini dilakukan jauh sejak Rina belum ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, Aspidsus Kejati Jawa Tengah, Masyhudi, menyambut positif langkah KP2KKN, yang melayangkan surat somasi tersebut. Hal itu, dianggapnya, sebagai bentuk perhatian dan dukungan dari masyarakat terhadap Kejati Jateng, dalam menuntaskan kasus korupsi di Jawa Tengah.
Menurut Masyhudi mengatakan, penahanan adalah kewenangan dari penyidik Kejati Jateng. Namun, dipastikannya penyidikan kasus mantan bupati Karanganyar Rina Iriani akan segera selesai dalam bulan ini. Dan tidak menyebutkan tentang penahanan mantan bupati Karanganyar.
Selain itu, Presidium MAKI Jawa Tengah, Boyamin Saiman, juga telah mengirimkan somasi ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Boyamin, juga mendesak penahanan mantan bupati Karanganyar Rina.
Menurut Boyamin, mantan bupati Karanganyar Rina bisa menghambat penyidikan, dan Rina bisa mempengaruhi saksi-saksi dan juga bisa menyembunikan alat bukti lain. Dalam pengamatan Boyamin bahwa Rina masih mampu untuk melakukannya.
Dalam kasus korupsi GLA yang menyeret mantan bupati Karanganyar mengharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) harus turun untuk juga menangani kasus tersebut. Dengan adanya turut serta KPK juga menanganinya masyarakat ikut senang. Dan masyarakat menunggu KPK ikut campur tangan menangani GLA yang tidak kunjung padam. (***).
Thursday, 6 February 2014
SUATU TANTANGAN BERAT BAGI KEJATI JATENG UNTUK MEMERIKSA MANTAN GUBENUR DAN SEKDA PROVINSI JAWA TENGAH.
Semarang,
Dua orang penting
yang layak diperiksa dalam kasus korupsi dana Hibah dan Bansos 2010-2011 adalah
mantan Gubenur Jawa Tengah Bibit Waluyo dan Sekda Provinsi Jawa Tengah Hadi
Prabowo ( HP).
Sejumlah aktivis
korupsi di Jawa Tengah mendesak penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah untuk
menuntaskan kasus korupsi Bantuan Sosial ( Bansos ) pada tahun 2010-2011.
Desakan tersebut
menyusul ditetapkan tiga pejabat teras Pemprov Jawa Tengah sebagai tersangka
kasus Bansos tahun 2010-2011. Ketiga tersangka itu adalah staf ahli Gubenur
Bidang Hukum dan Politik, Joko Mardiyanto, Ketua Tim Verifikasi Bansos, Joko
Suyanto, dan mantan Kepala Biro Bina Mental dan Keagamaan Setda Jawa Tengah, M
Yusuf.
Sekretaris Komite
Penyilidikan Pemberantasan Korupsi Kolusi dan Nepotisme ( KP2KKN) Jawa Tengah,
Eko Haryanto menjelaskan, Gubenur sebagai penandatanganan SK Bansos dan hibah,
Sekda juga seharusnya tahu karena dia penanggungjawab penyaluran bansos, dan
Biro Keuangan itu yang memproses dan menyalurkan bansos.
Eko juga
menyebutkan, dengan ditetapkannya tiga tersangka yang merupakan pejabat teras
Pemprov Jateng itu berarti dimungkinkan mafia bansos masih akan terus
bertambah. Karenanya, Kejati Jateng diminta untuk tidak berhenti pada tiga
nama, melainkan unsur eksekutif dan legisiatif ( DPRD) turut menjadi aktor
intelektual yang diduga kuat mengegolkan dana bansos pada saat disalurkan.
Eko menandaskan,
jika Kejati jateng hanya berhenti pada Biro Bina Sosial dan Mental saja dalam
proses penyelidikan, justru akan terjadi “ missing link “ ( terputusnya
jaringan ) menuju nama lain yang diduga kuat mengetahui aliran dana kemasyarakatan
tersebut yang lebih mengetahui aliran dana masih ada lagi, seperti anggauta
DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Dibawah Gubenur
dan Setkda kala itu, aktor penting yang patut diperiksa adalah Biro Keuangan
yang dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pengendali penuh penyaluran bansos,
mulai dari persetujuan hingga pencairan dana. Adapun untuk Biro Bina Sosial
hanya sebagai pengelola data administrasi.
Senada dengan Eko,
Direktur Riset The Jateng Institute, Sukarman mengatakan, untuk menuntaskan
kasus bansos keakarnya, Kejati Jateng diharapkan mengeluarkan Surat Perintah
Penyidikan Perkara ( Sprindik ) juga disertai penahanan.
Selain menyoroti
langkah penetapan itu, Sukarman berharap agar Bansos dan Hibah dui Pemprov
Jateng dihentikan terlebih dahulu. Sukarman menganggap adanya Pemilu 2014,
Bansos/Hibah mudah disalahgunakan.
Menurut Sukarman,
pentingnya kiranya melakukan pengawasan atau paling tidak menangguhkan
pengucuran bansos. Lebih baik, jika ada yang belum dikucurkan bisa dicairkan
setelah penyelenggaran pemilu. Dengan begitu, tidak disalahgunakan untuk
kepentingan politik.
Terpisah, Gubenur
Jawa Tengah Ganjar Pranowo, sepakat jika kasus bansos 2010-1011, dimana Kejati
Jateng telah menetapkan tiga pejabat Pemrov Jateng sebagai tersangka untuk
terus diusut sampai tuntas. Politisi PDI Perjuangan meminta Kejati Jateng
menelusuri mafia bansos sampai keakar-akarnya.
Sementara untuk
bansos APBD Jateng 2014, Ganjar telah memerintahkan pengetatan verifikasi.
Mulai penyaluran bansos menggunakan sistem by name by adreas.
Ganjar
mengungkapkan, meski sering terjadi penyimpangan, dana bansos sebenarnya tidak
salah. Bansos jstru sangant dibutuhkan masyarakat untuk percepatan pembangunan didaerah.
Namun karena banyaknya penyimpangan itu, menjadikan bansos berkesan negatif.
Modus yang diduga
digunakan untuk menilep bansos adalah dengan proposal fiktif dan pemotongan
dana bansos yang cair. Setidaknya, anggaran itu terbesar dalam 4.241 penerima
bansos ke masyarakat 2011 di seluruh Jawa Tengah. Sampai saat ini, Kejaksaan
masih berupaya mencari aktor intelektual yang bermain dalam Bansos-Hibah.
Penyilidikan masih dikembangkan, dan tidak menutup kemungkinan tersangkut lain.
Menetapkan tiga nama
sebagai tersangka Bansos 2010 dan 2011 ini bermula ketika Badan Pemeriksa
Keuangan ( BPK ) Jateng mengeluarkan laporan indikasi penyimpangan dana bansos
tahun 2011. Tidak tanggung-tanggung, dana senilainya Rp 26,89 miliar diduga
disalurkan tanpa pertanggungjawaban yang memadai. (***).
SUNAT MENYUNAT KLAIM PROGRAM JKN
Aroma sunat menyunat dalam pelaksanaan program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN ) sempat mencuat saat dialog sejumlah pihak dengan Menteri
Kesehatan, Nafsiah Mboi, Di RSUP Kariadi Semarang, baru-baru ini.
Aturan ini akan
mendorong semua ibu hamil ubtuk bisa melahirkan di tempat-tempat yang menurut
ketentuan JKN bisa dibiayai. Artinya, mereka tidak akan melahirkan dirumah,
rumah bidan ( tempat praktik bidan ).
Namun begitu,
tampaknya para bidan tidak punya pilihan lain kecuali mau begitu saja
menyerahkan sebagian klaim biaya persalinan yang dilakukan di rumah sang bidan
(tempat praktik), tidak bisa dibiayai Negara. Hanya persalinan yang dilakukan
di klinik terakriditas, Puskemas atau rumah sakit saja yang bisa dibiayai Negara.
Bila benar fakta
yang diungkapkan IBI Jawa Tengah itu, tentu sunat menyunat ini sangat
memprihatinkan. Selain menjadi budaya buruk, praktik ini mengurangi pendapatan
sekitar 15 ribu bidan praktik di seluruh Jawa Tengah.
Hasil akhirnya
bisa ditebak. Tempat praktik bidan akan sepi pasien melahirkan, karena mereka
akan memilih tempat yang tak berbiaya.
Bila pemotongan
ini muncul karena bidan meminjam fasilitas klinik atau fasilitas milik dokter,
dan kemudian klaim diajukan atas nama klinik, praktik ini masih sedikit bisa
diterima akal sehat. Perhitungan rasionalnya adalah, pemotongan klaim itu sama
artinya dengan biaya sewa fasilitas.
Karena itu,
pemotongan ( sekali lagi bila benar ada ), menjadi satu-satunya cara bagi para
bidan untuk bisa tetap melayani persalinan yang dibiayai Negara.
Namun, yang patut
diwaspadai, kerja sama ini bisa saja mengarah pada praktik kongkalikong,
kolusi, manipulasi adminstrasi klaim dan sebagainya. Sang bidan cukup meminjam “brand”
klinik dari sang dokter, atau pihak klinik cukup “ menjual “ brand pada sang
bidan.
Bila benar di
kemudian hari ada praktik semacam ini, tentu niat baik pemerintah meluncurkan
JKN untuk persalinan, menjadi melenceng di klinik terakridiasi, Puskemas, atau
rumah sakit, dengan harapan akan mendapatkan fasilitas yang memadai.
Dengan cara
itu,klaim biaya persalinan di program JKN, akan menggunakan merek klinik milik
sang dokter, meski seluruh pelayanan inu melahirkan tetap dilaksanakan di rumah
bidan ( tempat praktik bidan).
Karena itulah “
lubang “ kebijakan dari program JKN persalinan ini harus segera ditutup
pemerintah. Sehingga biaya yang tidak kecil, yang dikeluarkan pemerintah, mampu
meningkatkan kesehatan ibu dan janin saat hamil, serta ibu dan anak saat dan
pasca- melahirkan.
Karena
tempat-tempat yang direkomendasikan itu punya fasilitas standar, termasuk saat
butuh tindakan emergency, risiko yang mungkin terjadi pada ibudan bayi saat
proses persalinan menjadi semakin kecil. ( *** ).
Subscribe to:
Posts (Atom)