INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday 24 August 2018

Para Sentono Dalem Demo Raja Solo, Tuntut Buka Akses Keraton. Pertama Terjadi Di Indonesia.


Solo, Jawa Te
ngah. Sejumlah Sentono Dalem dan Paguyuban Kawulo Surakarta ( Pakasa ) demo di depan Kori Kamandungan Keraton Surakarta Hadiningrat, baru-baru ini. Unjuk rasa ini menuntut Paku Buwono ( PB ) XIII membuka akses Keraton Solo.
Para kerabat raja berjalan dari Siti Hinggil hingga ke Kori Kamandungan. Sampai di Kamandungan mereka membentangkan tiga buah spanduk.
Koordinator aksi, GKR Koes Moertiyah Pakubuwono, mengatakan bila aksi ini digelar untuk menuntut PB XIII mengembalikan para Sentono Dalem ke dalam keraton. Dikatakan pula oleh GKR Koes Moertiyah saya sampaikan kepada PB XIII melalui aparat yang mengawal masuk, aksi ini tak akan berhenti sampai dikembalikan ke Keraton. Kalau perlu sampai tidur di depan Kamandungan.
Menurut aksi, Gusti Moeng, panggilan akrabnya, udah satu tahun lebih pihaknya tak dapat mengakses Keraton Surakarta Hadiningrat.
Spanduk bertuliskan " Keraton Bukan Milik Pribadi Pakubuwono XIII; Mohon Keraton Segera Dibuka untuk pariwisata dan pendidikan serta Keraton Surakarta Hadiningrat Milik.
Pihaknya dengan tegas menuntut kembali ke dalam keraton untuk bekerja seperti sedia kala. Untuk ngaladeni apa yang menjadi kebutuhan keraton, memelihara keraton, juga menjalankan semua tata cara adat secara benar.
Saat ini kondisi Keraton Surakarta Hadiningrat memprihatinkan. Perannya sebagai pusat kebudayaan dinilainya hilang sering susahnya pelajar mengakses keraton dalam rangka kepentingan pendidikan kebudayaan. Ini bukti Sinuhun harus dibantu untuk mengelola keraton karena beliau sakit maka tidak mampu menjalankan pemerintahannya sendiri. Harus bekerja mengampu dan orang- orang yang selama ini mendampingi Sinuhun harus disingkirkan.
Menurut Gusti Moeng, selaku Sentono Dalem, pihaknya yang merupakan keturunan PB II hingga PB XIII tak dapat dipandang sebelah mata. Dengan tegas Keraton Surakarta Hadiningrat bukan milik pribadi PB XIII, jadi ia mengklaim semua kerabat memiliki hak sama.
Gusti Moeng juga menjelaskan bahwa dilahirkan di dalam keraton dan ini komunitas kita semua. Komunitas adat yang dinaungi oleh Keraton Surakarta Hadiningrat dan Pokoso sudah berdiri sebelum republik berdiri pada tahun 1931.
Kori adalah akses di batas kategori ruang publik dengan ruang pribadi individual atau komunal bangsawan, dalam variasi wujud celah atau lubang tanpa atap, lubang beratap, atau ruangan beratap dengan dinding berlubang pembagi ruangan, atau dalam bahasa yang sederhana, koriitu berarti pintu ( gate).
Di Kamandungan terdapat cermin besar untuk bercermin sebelum masuk keraton atau istana. Secara lahiriah, hal tersebut dimaksudkan agar siapa pun yang akan masuk kedalam kraton berhenti sejenak untuk bercermin, atau mengoreksi apakah pakaian yanf dikenakan sudah cukup pantas untuk masuk ke dalam kraton. Secara batiniah, mengingatkan agar manusia hendaknya selalu bercermin akan tingkah laku dan perbuatan serta menjaga kesucian hati. Sikap yang demikian ini memunculkan ungkapan mulat sarira hangrasa wani, yang berarti tanggap diri apakah pantas, bersih, rapi bertatakrama dalam ' berbusana' ( agagama ageing aji) untuk menghadap Sang Pencipta.
Sedangkan, kamandungan berasal dari kata mandhungyang berarti berhenti ( sesaat ). Melewati gerbang pelataran Kamandungan dan menapaki Balerata menuju Kori Kamandungan bermakna laku batin sampai pada bagian prosesi Penembah ( Andhung ). ( na )****.

No comments:

Post a Comment