INDENPERS MEDIA ISTANA, JAKARTA---------- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan Indonesia sempat berpeluang mengalami kejatuhan ekonomi pada 2022 lalu. Menurut dia, hal itu disebabkan karena adanya krisis energi secara global yang mengakibatkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) mengalami kenaikan.
Namun untungnya, lanjut bendahara negara itu, pemerintah merespons hal tersebut dengan hanya menaikkan harga BBM sebesar 30% pada September 2022 dan selebihnya menutupi kenaikan harga minyak global tersebut dengan subsidi.
"Harga BBM di Eropa naik 3 kali lipat, sedangkan di Indonesia nggak naik 3 kali lipat, kita naik 30% bulan September 2022 lalu. Karena kalau mengikuti mekanisme pasar, kenaikan dari harga BBM hampir 100% atau bahkan 200% seperti di negara-negara Eropa," katanya dalam acara Kuliah Umum Menteri Keuangan "Ketahanan Ekonomi Dalam Perspektif Lokal, Nasional, dan Global di STKIP PGRI Sumenep, Kamis (2/2/2023).
"Kalau shock ini tidak ditahan, rakyat dan ekonomi pasti jatuh lagi, belum sembuh pandemi kena lagi dampak dari kenaikan harga," ungkapnya.
Untuk itu, ia mengatakan pada keadaan yang tiba-tiba, tidak bisa diprediksi dan mengganggu perekonomian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi instrumen yang harus bisa melindungi sektor pangan dan energi.
"Caranya gimana? APBN jadi shock absorber, " imbuhnya.
Untuk itu, Sri Mulyani bercerita, di situasi genting tersebut pemerintah langsung menghadap DPR untuk menyatakan bahwa subsidi energi yang semula dianggarkan sebesar Rp 152 triliun sudah tidak bisa menahan kenaikan harga tersebut. Untuk itu, setelah berdiskusi dengan DPR disetujui bahwa alokasi subsidi energi naik tiga kali lipat menjadi Rp 555 triliun.
"Maka pemerintah menyampaikan ke DPR kita harus menahan kenaikan ini, subsidinya dinaikkan agar rakyat tidak terguncang oleh kenaikan yang luar biasa, itulah yang kita sebut APBN sebagai shock absorber, harganya berapa? Subsidi ini mencapai Rp 555 triliun," pungkasnya.(RZ/WK)***
No comments:
Post a Comment