INDENPRES MEDIA ISTANA

Friday 8 September 2017

Krisis Rohingya Telah Menjadi Perhatian Dunia.

Bukan lagi di Monas Jakarta, kali ini di Candi Borobudur Jawa TengahTengah. Begitulah aksi dilakukan oleh sejumlah ormas Islam dengan mengatasnamakan diri sebagai alumi 212. Desember tahun lalu, aksi 212 digelar terkait kasus penistaan agama yang melibatkan mantan Gubenur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok.
Rohingya adalah sebuah kelompok etnis Indo-Arya dari Rakhine ( juga dikenal sebagai Arakan, atau Rohang dalam bahasa Rohingya) di Burma. Rohingya telah menuai perhatian internasional setelah kerusuhan negara bagian Rakhine pada tahun 2012.
Lalu pada tahun 2015 ketika berlangsung perhatian internasional atas Krisis Pengungsi Rohingya dimana orang- orang Rohingya menempuh perjalanan laut dalam upaya melarikan diri ke beberapa negara Asia Tenggara.
Koordinator aksi Anang Imanudin mengatakan mereka salat Jumat(8/9) bersama di Masjid An Nur, dua kilometer dari kompleks candi, untuk selanjutnya doa bersama, tausiyah dan penggalangan dana. Terkait aksi ini Kapolda Jateng menetapkan siaga 1 dari Kamis ( 7/9) hingga Sabtu ( 9/9). Tuntutan aksi, ingin pemerintah Indonesia bersikap tegas, usir dubes Myanmar dari Indonesia, memutus hubungan bilateral dengan Myanmar, dan menggugat PBB dan organisasi HAM internasional. Lokasi dekat candi dipilih agar menarik perhatian dunia.
Rohingya jauh hari memang telah menjadi perhatian dunia. Laporan PBB terkini menyebutkan, lebih dari 140 ribu warga Rohingya telah meninggalkan rumah mereka sejak tanggal 25 Agustus lalu. Mereka berusaha melarikan diri dari kekerasan, menyusul serangan balik militer terhadap kelompok milisi Rohingya yang menyerang pos polisi.
Dunia kini telah sibuk memikirkan krisis Rohingya. Pemerintah Indonesia pun telah mengusulkan formula 4+1. Usulan ini disampaikan oleh Menlu RI Retno LP Marsudi saat bertemu dengan Suu Kyi pada hari Senin ( 4/9/2017). Formasi itu, yakni empat elemen pertama terdiri dari upaya mengembalikan stabilitas dan keamanan, menahan diri secara maksimal dan tidak menggunakan kekerasan, memberikan perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama, dan segera membuka akses untuk bantuan kemanusian.
Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, dalam pernyataan resminya sejak krisis pengungsi Rohingya merebak. " Kami sangat paham, lebih dari sebagian besar orang, apa maknanya kekurangan perlindungan hak asasi dan demokrasi. Karena itu kami memastikan bahwa semua orang di negara kami mendapat perlindungan hak mereka, dan juga hak serta perlindungan politik, sosial, dan kemanusiaan."
Agar tidak melebar atau menyempit, krisis Rohingya sudah sepantasnya diserahkan kepada semua pihak yang lebih paham. Krisis Rohingya tidak ' sederhana', bukan sebatas dipahami sebagai pertentangan antar agama. Dan, pihak- pihak itu kini sudah berusaha untuk menyelesaikannya, termasuk Pemerintah Indonesia.(****).

No comments:

Post a Comment