Saturday, 10 October 2015
KPK Resmi Lawan DPR RI.
Jakarta, KPK secara resmi menyatakan menolak rencana DPR merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.Pernyataan sikap ini disampaikan langsung oleh Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrahman Ruki. Ruki menyebut ada enam poin yang menjadi keberatan pihaknya terkait revisi yang diusulkan DPR RI.
Keberatan pertama adalah terkait batasan masa aktif 12 tahun sejak revisi UU KPK ditetapkan. Menurutnya, pembatasan tersebut bertentangan dengan Pasal 2 angka 2 TAP MPR No 8/2001 yang mengamanatkan pembentukan KPK tanpa menyebutkan adanya pembatasan waktu.
Kedua, lanjut Ruki, mengenai kewenangan penuntutan yang oleh DPR ditiadakan dalam draf revisi. Menurut pensiunan polisi tersebut, penghapusan kewenangan penuntutan tidak memiliki dasar sama sekali.
Ketentuan ini juga dianggap tidak berdasar lantaran KPK dalam melakukan penindakan fokus kepada subjek hukum sesuai TAP MPR 11/1999 dan UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan bebas KKN.
Selama 12 tahun ini KPK membuktikan ada kerja sama yang baik penyelidik, penyidik, penuntut umum yang dibuktikan dengan dikabulkan tuntutan oleh majelis, 100 percent convictional rate.
Point selanjutnya adalah mengenai pembatasan penanganan perkara oleh KPK yang harus menyebabkan kerugian negara di atas Rp 50 miliar.
Terkait wewenang penyadapan yang oleh DPR diharuskan melalui izin ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu. Ruki mengatakan, KPK berpendapat ketentuan itu akan sangat melemahkan upaya penindakan.
Soal pemberian kewenangan SP 3 yang menurut Ruki tidak perlu dimiliki oleh KPK. Sementara poin keberatan terakhir terkait independensi KPK dalam merekrut personil yang telah dipangkas DPR dalam draf revisi.
Sementara pihak DPR beranggapan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komii Pemberatasan Korupsi diyakini dapat lebih cepat jika menjadi inisiatif DPR. Oleh sebab itu sejumlah fraksi di DPR mengusulkan agar ada perubahan inisiatif dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif DPR.
Anggauta Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengatakan RUU KPK ini bola panas. Sebelum jadi bola panas bisa menjadi bola liar. Kalau dari perhitungan waktu memang, pengalaman lebih cepat inisiatif DPR karena pemerintah DIM ( daftar inventaris masalah)-nya tunggal.
Anggauta Fraksi PDI Perjuangan lainnya, Henry Yosodiningrat mengatakan, revisi UU KPK menjadi sebuah kebutuhan. Pasalnya ada perubahan yang signifikan di dalam kondisi masyarakat di awal penyusunan UU KPK dengan keadaan saat ini.
Henry menyesalkan, ada sejumlah kalangan yang mengira DPR ingin melemahkan KPK ketika memunculkan wacana revisi diperlukan untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang lebih bersih dari praktik korupsi.
Sementara Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ( Menko Polhukam ) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, pemerintah menunggu revisi UU tersebut ke DPR.
Luhut mengatakan, dalam revisi UU tersebut memang disebutkan pembatasan usia KPK menjadi 12 tahun. Revisi itu, dinilainya tidak membunuh KPK.
Luhut juga menuturkan, pemerintah belum sampai pada mengatakan setuju atau tidak setuju revisi UU tersebut, Pihaknya setuju kalau memang revisi itu dalam konteks memperbaiki peranan KPK sehingga tidak terjadi tumpang tindih.
Luhut juga mengatakan, komitmen Presiden Joko Widodo dalam pemberantasan korupsi dan penguatan KPK sangat tinggi. Akan tetapi, ada beberapa hal yang akan dilihat kembali mengenai tugas dalam fungsi lembaga anti korupsi tersebut.
Sementara itu, anggauta Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf menilai, revisi UU KPK sebaiknya tetap menjadi inisiatif pemerintah. Menurut dia, masyarakat jauh lebih menerima revisi UU KPK jika hal itu diusulkan oleh pemerintah.
Ia menambahkan, UU KPK yang ada saat ini sudah berlaku selama 13 tahun terakhir. DPR sebenarnya memiliki banyak dimensi untuk mengusulkan perubahan UU KPK agar lebih baik. Namun, ia menganggap, jika usulan itu berasal dari DPR nantinya akan tidak efektif dan tidak bijak.
Dikatakan oleh Yusuf bahwa, di tengah kondisi seperti ini mengajukan dengan perbedaan cara pandang yang luar biasa bedanya dari berbagai fraksi dan di tengah ketidakpercayaan publik terhadap DPR. Jadi lebih bijak dari jalur pemerintah. Fraksi-fraksi di DPR akan menyikapi usulan sesuai DIM-nya masing-masing.***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment