INDENPRES MEDIA ISTANA

Tuesday 17 October 2017

Kontraversi Desus Tipikor.

Di tengah kecaman dan kekhawatiran masyarakat Indonesia terhadap pelemahan Komisi Pennmberantasan Korupsi ( KPK). Kini muncul rencana pembetukan Detasemen Khusus ( Densus ) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ( Tipikor ) Polri. Pro dan kontra pun muncul di berbagai media dan sosial media pada akhir- akhir ini
Reaksi pun muncul, diantaranya dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia ( MaPPI FHUI). Peneliti MaPPI FHUI Adery Ardhan takut jika fungsi penyidikan dan penuntutan berada dalam satu atap di Densus Tipkor, maka posisi Kejaksaan sebagai penuntut umum berada dibawah pihak penyidik Polri.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif pun menyatakan mendukung rencana pembetukan Detasemen khusus tindak pidana korupsi Polri. Menurutnya, makin banyak yang menangani korupsi di Indonesia yakin bisa tertangani dengan baik. Menurutnya, KPK bisa menangani perkara yang melibatkan penyelenggara negara dan jumlah dugaan korupsi di atas satu miliar rupiah.
Kritikan juga muncul dari Ketua Pusat Studi Anti Korupsi ( PSAK ). Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar. Dia khwatir Densus Tipikor ini akan menjadi ajang baru perseteruan dengan KPK, Zainal ingin melihat kejelasan tentang bentuk, mekanisme, tata cara kerja serta koordinasinya dengan lembaga penegak lainnya yaitu KPK dan Kejaksaan. Bagaimana model pengerjaan perkaranya, apa kewenangannya.
Selain itu, juga menyoroti anggaran pembetukan Densus Tipikor sebesar Rp 2,6 triliun. Jika Kapolri komitmen dalam memberantas korupsi, seharusnya pengajuan anggaran digunakan untuk memperkuat Dittipikor yang sudah ada. Mengapa anggaran sebesar itu tidak diberikan kepada Dittipikor, namun malah membentuk organisasi baru yakni Densus Tipikor ?
Sementara itu, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR, pada hari Kamis lalu ( 12/10), Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menegaskan tujuan pembetukan Densus Tipikor ini bukan untuk menandingi KPK, melainkan membantunya. Harapannya KPK bisa fokus ke masalah yang besar, sedangkan Densus bisa fokus kepada wilayah- wilayah, sampai ke desa. Lalu benarkah Densus Tipikor ini bisa membantu pemberantasan korupsi di Negeri ini ?.
Salah satu nara sumber yang tidak mau menyebutkan namanya bahwa, pihak penuntut umum yang seharusnya secara obyektif dapat mengawasi pelaksanaan penyidikan polri menjadi bermasalah ketika atasan atau pimpinan dari Densus Tipikor adalah anggauta Polri dan secara fungsional merupakan penyidik. Densus Tipikor tidak bisa mengadopsi sistem yang dimiliki oleh KPK sebab kewenangan KPK diatur secara khusus dalam Undang- Undang No.30 Tahun 2002 tentang KPK. Maka bila Densus dibentuk dan fungsi penyidikan dan penuntutan satu atap maka Densus harus dibentuk melalui UU, bukan Perpres. (****).

No comments:

Post a Comment