INDENPRES MEDIA ISTANA

Saturday 5 April 2014

MASA TENANG POTENSI TERJADI PELANGGARAN

KPU ( Komisi Pemilihan Umum ) menetapkan tanggal 6 sampai 8 April 2014 sebagai masa tenang. Artinya, semua caleg dan parpol dilarang berkampanye dalam bentuk apa pun. Pada pemilu 2014, potensi pelanggaran selama masa tenang, telah lama dicium oleh penyelenggara pemilu, terutama Bawaslu maupun Panwaslu. Lembaga ini pun memasang mata, untuk mengawasi setiap aktivitas caleg dan parpol. Jika ada yang terbukti melanggar , maka akan dikenakan sanksi tegas. Besarnya biaya yang telah dikeluarkan setiap caleg dan parpol untuk menarik simpati masyarakat, seolah-olah menjadi sia-sia jika tidak mampu memenangkan pertarungan. Hal inilah yang kemudian mendasari, besarnya potensi terjadi pelanggaran selama masa tenang. Namun, masa tenang dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum ( pemilu ), cenderung dimanfaatkan parpol maupun caleg untuk menggencarkan kampanye “ terselubung “ atau yang lebih dikenal dengan nama serangan fajar.
Potensi pelanggaran saat masa tenang nanti, setidaknya tercermin saat libur kampanye menyambut perayaan Hari Raya Nyepi, pada tanggal 31 Maret lalu. Dua parpol secara terang-terangan menggelar kampanye, meskipun mereka tahu bahwa KPU melarang adanya kegiatan kampanye pada hari tersebut. Padahal, hari tersebut merupakan hari Raya Nyepi. Dalam jabwal resminya, KPU menetapkan hari itu sebagai hari libur untuk kampanye terbuka. Namun, sejumlah partai tetap melaksanakan kampanye. Mereka justru menilai KPU lamban dalam mengeluarkan larangan kampanye terbuka. Kedua partai tersebut adalah PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan ( PPP ) yang tertangkap kamera sedang menggelar kampanye terbuka di Manado dan Tangerang Selatan. Bahkan dilaporkan, kegiatan itu dihadiri oleh ketua umum masing-masing. Selain itu, capres PDI Perjuangan, Joko Widodo ( Jokowi ) juga menggelar kampanye di Gedung Kesenian Ponorogo, Jawa Timur saat hari Nyepi. Kampanye itu disamarkan dengan rapat terbatas yang agendanya pembekalan saksi se kabupaten Ponorogo. Salah satu bentuk sanksi yang dapat diberikan adalah tidak boleh menggelar kampanye dalam waktu yang tersisa. Bawaslu pun mengaku, telah mengetahui siapa saja partai politik yang melakukan kampanye di Hari Raya Umat Hindu tersebut. Menyikapi hal tersebut, Bawaslu pun mengancam akan memberikan sanksi bagi partai politik yang tetap menggelar kampanye terbuka pada hari itu diliburkan. Di Kota Semarang, Panwaslu telah menyiapkan sejumlah 2.276 pengawas untuk memantau gerak-gerik caleg maupun parpol. Mereka pun berjanji, akan meningkatkan pengawasan selama masa tenang. Siapa pun yang terbukti melanggar, akan dikenakan sanksi sesuai tingkatan pelanggarannya. Panwaslu mensinyalir, parpol dan caleg akan menempuh berbagai cara untuk menarik simpati masyarakat. Termasuk dengan memberikan barang dan uang menjelang pemungutan suara. Salah satu bentuk pelanggaran yang sangat berpotensi terjadi adalah money politik atau politik uang. Relawan pengawas tersebut pun akan disebar ke 16 kecamatan di Kota Semarang. Para relawan ini juga diminta untuk mewaspadai kegiatan politik uang atau pembelian suara lewat berbagai modus. Serta mewaspadai intimidasi, pemaksaan, ancaman untuk memilih peserta pemilu tertentu, khususnya yang dilakukan oleh pejabat pemerintah. Untuk menekan terjadi pelanggaran selama masa tenang, memang tidak cukup jika hanya mengandalkan lembaga pengawas pemilu, baik Bawaslu maupun Panwaslu. Namun, peran masyarakat pun sangat dibutuhkan. Sehingga, masa tenang ini bias benar-benar dimanfaatkan pemilih untuk menentukan pilihannya sesuai hati nurani. Selain itu, jajaran Panwaslu juga mewaspadai kemungkinan digunakannya dokumen –dokumen palsu saat pemungutan suara dan mengantisipasi jika surat suara dan kelengkapannya tidak sesuai dengan kebutuhan. (****).